Dustin Johnson akhirnya menambahkan FedExCup sebagai bagian dari resume profesionalnya.

Oleh Sean Martin, PGATOUR.COM

Ketika meninggalkan East Lake tahun lalu dengan berada di posisi terakhir, Dustin Johnson langsung menuju meja operasi. Kali ini ia meninggalkan lapangan kenamaan tersebut sebagai Juara FedExCup. Prestasi ini menjadi salah satu pencapaian yang selama ini hilang dalam resume yang layak menempatkannya sebagai bagian dari World Golf Hall of Fame.

Johnson menjadi juara pada musim yang sangat unik ini. Ia melakukan pencapaian ini hanya dalam sebulan, sekaligus mengingatkan kita betapa ia membuat golf menjadi terlihat mudah.

Musim ini memang berbeda. Johnson menjalani operasi di lutut kirinya, kurang dari dua pekan sebelum TOUR Championship tahun lalu. Ia bahkan tidak bermain sampai Presidents Cup bulan Desember. Dia juga hanya main dalam empat turnamen sebelum musim ini dihentikan karena pandemi virus corona. Bahkan setelah kemenangan pertamanya musim ini, ia dua kali berturut-turut mencatatkan skor 80 pada Memorial Tournament presented by Nationwide.

”Saya belum pernah melihat permainannya yang hilang seperti itu,” ujar Justin Thomas, yang bermain dengannya pada pekan itu.

Johnson sudah terkenal akan kemampuannya untuk bangkit dari keterpurukan dan kekalahan. Mungkin itulah sebabnya ia bisa menjadi juara yang sangat layak untuk tahun 2020 ini.

Setelah mengalahkan hanya satu pemain pada Memorial itu dan mundur dari turnamen berikutnya karena cedera punggung, Johnson menampilkan performa yang mengesankan dalam empat turnamen terakhirnya.

Ia menutup musim ini dengan dua kemenangan dan dua kali runner-up. Dia juga menjadi pimpinan klasemen dalam 54 hole pada keempat turnamen itu. Hanya dua skor 64 yang dibukukan oleh Collin Morikawa pada PGA Championship dan Jon Rahm pada BMW Championship, plus dua pukulan yang sangat luar biasa pada musim ini, yang berhasil menghentikan Johnson dalam rangkaian turnamen tersebut.

Johnson membukukan skor terendah kedua dalam sejarah PGA TOUR dengan menjuarai THE NORTHERN TRUST dengan keunggulan 11 stroke. Lalu ia menjuarai TOUR Championship, yang akhirnya membeirnya gelar FedExCup. Ia selalu berhasil kembali ke East Lake dalam 12 musim terakhir.

 

 

”Menjadi Juara FedExCup adalah sesuatu yang sangat ingin saya lakukan,” ujarnya. ”Saya ingin mengangtak trofi itu pada akhir putaran final. Ini pencapaian yang sangat saya inginkan dalam karier saya.”

Johnson memegang keunggulan lima stroke menuju putaran final musim ini. Keunggulan itu sempat berkurang menjadi hanya dua stroke di sembilan hole terakhir. Tapi ketika itulah ia mengeksekusi serangkaian pukulan penting yang membantunya menghentikan para pesaing terdekatnya.

Pertama-tama, ia memasukkan putt par dari jarak 6 meter di hole 13. Lalu ia dua kali menyabetkan 5-iron hingga menyisakan jarak 4,5 meter di hole 14 dan 15. Yang terakhir itu terjadi di hole paling menakutkan di East Lake, hole par 3 dengan green pulau, yang dimainkan lebih dari 230 yard.

Pukulannya di hole berikutnya masuk ke bunker fairway , tapi ia berhasil memukul bola ke green dengan sand wedge dan mendapat par. Ia menyebut pukulan ini sebagai pukulan terbaiknya.

”Memulai hari ini dengan keunggulan lima stroke jelas menjadi sesuatu yang harus saya tuntaskan dengan kemenangan,” ujarnya.

Johnson mencatatkan delapan par berturut-turut di sembilan hole terakhirnya sebelum meraih birdie di hole pamungkas. Skor 68 pada hari Senin (waktu AS) memastikan kemenangan dengan unggul tiga stroke.

Jelas ia menjadi pemain terbaik yang dimiliki olahraga golf saat ini. Tiga kemenangannya pada musim ini—ia juga menjuarai Travelers Championship pada bulan Juni 2020—menyamai prestasi Thomas sebagai pemain dengan kemenangan terbanyak musim ini. Johnson juga meraih runner-up pada satu-satunya ajang Major musim ini.

Kini ia menjadi favorit untuk menyabet predikat PGA TOUR Player of the Year dari teman-teman sesama profesional. Dia bakal menjadi bagian dari klub eksklusif ini jika berhasil. Sejauh ini hanya Tiger Woods dan Jordan Spieth yang bisa menjuarai FedExCup, menuntaskan sebuah musim sebagai pegolf No.1 pada Official World Golf Ranking, dan terpilih sebagai PGA TOUR Player of the Year dalam musim yang sama.

 

Dustin Johnson membukukan rata-rata 1,625 putt per GIR untuk mencatatkan total 25 birdie pada Travelers Championship. Foto: Getty Images

 

Woods meraihnya pada tahun 2007 dan 2009. Adapun Spieth mewujudkannya pada tahun 2015, musim yang sama ketika ia digadang-gadang meraih Grand Slam.

Tapi seperti inilah perbedaan yang terjadi tahun ini.

Johnson mungkin kesulitan untuk menaklukkan pemain lain pada akhir musim lalu lantaran cedera lutut kirinya. Ia hanya berada di posisi yang lebih baik dari 12 pemain lainnya pada BMW Championship, lalu menorehkan skor terbesar di East Lake.

Bagaimana ia memperhatikan skornya di East Lake kala itu?

”Saya malah tak ingat apa yang terjadi tahun lalu,” ujarnya. ”Semua itu sudah lama terjadi.”

Tampaknya ingatannya yang pendek menjadi aset terbesar Johnson, yang bahkan melebihi kemampuannya memukul jauh. Bahkan kalaupun tidak ingat, ia bermain dengan penuh perjuangan pada tahun lalu. Ia tak bisa finis lebih baik dari peringkat 20 dalam delapan turnamen terakhirnya kala itu. Dan catatan ini menjadi rangkaian terlama tanpa ia finis di sepuluh besar sejak ia melakoni debutnya pada PGA TOUR.

Setelah operasi dan jeda kompetisi, ia harus menjalani MRI pada lutut kirinya setelah turnamen golf kembali dipertandingkan lewat Charles Schwab Challenge. Hasilnya, tidak ada cedera tambahan, hanya otot yang tegang, tapi itulah frustrasi terakhir yang ia alami.

Gara-gara cedera dan perjuangannya mengembalikan permainannya, Johnson berada di bawah bayang-bayang Brooks Koepka dan kharisma serta konsistensi Rory McIlroy dalam dua tahun terakhir.

Tapi tidak untuk kali ini. Permainannya belakangan menguglangi tiga kemenangan berturut-turut yang ia raih tahun 2017. ”Jelas saya main sangat bagus saat ini,” ujarnya, ”tapi rasanya saya bisa main lebih baik lagi.”

Pemikiran ini jelas mengerikan.