Bintang Schauffele bersinar terang berkat ikatan keluarganya. Bersama kualitas performanya belakangan ini, itulah yang menjadi faktor X dalam karier profesionalnya.

Oleh Chuah Choo Chiang, Senior Director Communications PGA TOUR

Dari semua keberhasilan yang Xander Schauffele raih dalam kariernya yang cemerlang, pegolf Amerika berusia 25 tahun ini masih tetap bersikap rendah hati dan masih mengemudikan mobil buatan Jepang lama yang ia harap bisa membawanya ke jalan yang tepat menuju ketenaran.

Pegolf berdarah campuran Asia dan Jerman ini merupakan salah satu bintang baru yang berjuang keras menuju jajaran atas golf dunia. Ia membuktikan dirinya bisa menang di panggung terbesar, di mana tiga dari empat gelar PGA TOUR berhasil ia raih menghadapi para pemain bintang di TOUR Championship di Atlanta, Sentry Tournament of Champions di Hawaii, dan World Golf Championships-HSBC Champions di Shanghai.

Dengan tiga kali finis di tiga besar dalam enam ajang Major terakhir, warga San Diego ini telah membuktikan bahwa ia benar-benar layak berada di jajaran elite. Ia bahkan mulai secara permanen berada di jajaran sepuluh besar pada daftar klasemen FedExCup PGA TOUR.

Dengan koleksi hadiah senilai US$13 juta, plus tambahan yang ia dapatkan sejak tahun fenomenalnya tahun 2016, Schauffele bukanlah tipe pemain yang mencari sorotan. Alih-alih fokusnya hanya pada golf dan kehidupan keluarga. Dan tak seperti bintang olahraga lainnya yang kerap menghadiahi dirinya dengan mobil-mobil mewah atau barang-barang kegemaran pria lainnya, ia tetap setia dengan mobil Jepang yang menghuni garasi rumahnya.

”(Mobil) itu akan mengingatkan saya pada asal-usul saya,” ujar Schauffele menyinggung pilihan kendaraannya.

”Saya mendapatkannya ketika masih bermain pada Web.com Tour (kini Korn Ferry Tour) dan saya tidak tertarik untuk membeli mobil yang lebih bagus. Saya membelinya seharga US$13.000, jadi saya pikir ini pilihan yang cerdas. Saya tahu kelak saya bakal memiliki mobil yang lebih bagus lagi, tapi untuk sekarang mobil ini masih berfungsi dengan baik dan bisa membawa saya dari satu tempat ke tempat yang lain.”

Empat tahun melakoni karier profesionalnya sebagai pegolf, Alexander Victor Schauffele telah memenangkan empat gelar PGA TOUR dan kini menjadi penghuni sepuluh besar Official World Golf Ranking. Foto: Getty Images.

Sesungguhnya, hal yang berjalan dengan sangat baik dalam karier professional Schauffele dan Tim X, identitas yang diberikan oleh sang ayah, yang sekaligus pelatihnya, Stefan, ialah hasil sebuah etos kerja, disiplin, determinasi yang menegaskan pendekatannya terhadap kehidupan dan golf dan penekanan terhadap warisan budaya keluarganya.

Sang ayah, Stefan, merupakan imigran berdarah campuran Jerman-Perancis, yang bercita-cita menjadi atlet Olimpiade untuk dekatlon sebelum akhirnya kecelakaan mobil menghancurkan impiannya. Nama ”Schauffele” secara harfiah berarti ’seorang dengan sekop kecil’ dan Xander menunjukkan bahwa ia tidak takut untuk bekerja keras agar sampai di puncak.

”Ayah sangat disiplin,” ujar Schauffele. ”Ia mengajar saya betapa kerja keras merupakan kunci utama. Kalau mau meraih apapun, Anda mesti bekerja keras. Ibu (Ping Yi) lebih memberi pengaruh yang menenangkan.”

Sebagai remaja, Schauffele dan kakaknya Nico mendapat kebebasan untuk melakukan pilihan mereka sendiri. Konon Stefan bahkan mengizinkan Schauffele mengisap cerutu dan menyesap cognac ketika berusia 12 tahun. ”Dari luar mungkin kisah itu kurang lengkap, sangat tidak lazim,” ujar Schauffele sambil tertawa.

”Teman-teman saya senang mampir ke rumah karena kedua orangtua saya menerima siapa pun dan memperlakukan mereka sebagai seorang dewasa. Mereka tak pernah memaksa kami melakukan apapun. Ketika masih muda dan menempuh jalan yang demikian sebenarnya membuat kami cukup sulit untuk menyadari betapa luar biasanya kedua orangtua saya saat itu. Kami hanyalah remaja yang ingin memberontak dan melakukan hal-hal yang kami inginkan. Tapi hal itu juga membuat kakak saya dan saya lebih cepat dewasa,” imbuhnya lagi.

Ketika masih kecil, keterlibatan Schauffele yang pertama dalam dunia olahraga ialah dengan sepak bola, sampai Stefan mengajar anaknya yang paling kecil ini untuk bermain golf ketika masih berusia 9 tahun. Bocah ini pun meninggalkan sepak bola karena tidak ingin menyerahkan akhir pertandingan di tangan teman-temannya. Ia pun mulai bermimpi menjadi pegolf profesional PGA TOUR.

Kemenangannya pada World Golf Championships- HSBC Champions tahun lalu turut melambungkan namanya, namun Xander Schauffele masih menolak dianggap sebagai salah satu pemain besar generasi ini. Foto: Getty Images.

”Ayah tidak mengizinkan saya bermain sampai saya bisa membawa tas golf saya sendiri. Saya sangat menikmati golf karena ini jenis olahraga yang independen dan bukan olahraga beregu, yang menjadi daya tarik terbesar bagi saya,” ujar Schauffele.

”Setelah lulus kuliah, dosen saya di tingkat tiga membawakan buku tahunan lawas dan mereka selalu menanyakan apa yang ingin kami lakukan ketika sudah dewasa dan saya menuliskan ’pro PGA TOUR’. Saya pikir saya memang selalu menginginkannya.”

Ia berkembang menjadi pemain amatir yang Tangguh, mengoleksi rekor tiga kemenangan universitas, empat kali runner-up, dan 19 kali masuk 25 besar. Ia berada di peringkat sepuluh besar pada World Amateur Golf Ranking sebelum beralih profesional tahun 2015 ketika ia menuju Korn Ferry Tour, batu loncatan menuju PGA TOUR.

Meskipun tergolong memiliki pukulan jauh dengan driver-nya—secara konsisten Schauffele selalu berada di jajaran 20 besar dalam urusan jarak driving—ia sering mengalahkan pemain lain dengan otaknya. ”Saya selalu menilai kalau mental saya lebih tangguh daripada orang lain,” tutur Schauffele, yang merupakan lulusan San Diego State University.

”Saya tak pernah menjadi perhatian karena tidak sering menang. Tapi saya bermain dengan solid. Masuk Web.com Tour turut membangkitkan percaya diri buat saya dan begitu menjuarai Greenbrier tahun 2017 (gelar PGA TOUR pertama), saya tahu kalau permainan saya cukup bagus untuk bertanding.”

Seluruh empat kemenangannya ia raih setelah menyalip pemain lainnya, sebuah fakta yang tak pernah Schaufffele lupakan, bahwa ia kerap menilai dirinya bukan sebagai pemain unggulan. Ketika menjuarai WGC-HSBC Champions, ia tertinggal tiga stroke dan mengalahkan Tony Finau lewat partai play-off. Dan di Hawaii, ia membukukan skor memukau 11-under 62 untuk mengatasi ketertinggalan lima stroke untuk kemenangannya.

”Play-off dengan Tony merupakan kenangan terbesar. Semangat berada di play-off, para penggemar, perayaan kemenangan yang luar biasa di green hole 18,” ujarnya. ”Menang adalah kenikmatan terbesar di PGA TOUR. Anda berlatih keras dan kemudian meraih kemenangan sebagai hadiah utama. Menang setelah memulai dari belakang juga sesuatu yang menarik. Hal ini sesuai dengan karakter saya, cocok dengan karier junior, karier kuliahan, bahkan karier profesional saya. Saya selalu muncul dari belakang dan hal ini menjadi posisi yang selalu sangat nyaman buat saya.

Dengan Tiger Woods sebagai Kapten Tim Amerika Serikat untuk ajang Presidents Cup pada bulan Desember 2019 ini, Xander Schauffele menyimpan impian untuk bisa masuk tim kali ini. Foto: Getty Images.

”Saya masih merasa seperti non-unggulan meskipun secara mental, pelan-pelan hal ini mulai berubah. Sekarang saya ada di jajaran sepuluh besar di dunia karena telah menghasilkan sejumlah hasil yang bagus belakangan ini. Tapi semua ini masih baru buat saya, masih ada banyak nama besar di luar sana. Saya pikir nama saya, bahkan secara pribadi, berada di antara mereka. Saya pikir saya masih belum mendapatkan hasil bagus untuk dipertimbangkan sebagai salah satu pemain top.”

Dalam waktu dekat, para penggemar golf di Asia bakal berkesempatan menyaksikan aksinya pada rangkaian turnamen PGA TOUR di Asia bulan Oktober ini. Mulai dari THE CJ CUP @ NINE BRIDGES di Korea, ZOZO CHAMPIONSHIP di Jepang, dan WGC-HSBC Champions. Ketika artikel ini disusun, ia sudah berkomitmen untuk mempertahankan gelarnya di China.

Perjalanan merupakan salah satu sisi kariernya yang sangat ia terima dengan baik. ”Ayah saya selalu menjanjikan, melalui golf, kami bisa melakukan perjalanan, bermain golf, dan melihat tempat-tempat baru dan mengalami budaya baru dan sayya suka mencicipi beragam masakan. Bermain di Asia buat saya memberi peluang untuk memakan sesuatu yang baru,” tuturnya.

Dia juga bersemangat dengan peluang untuk bermain dalam ajang Presidents Cup pertamanya bagi Tim AS di bawah kepemimpinan Tiger Woods. ”(Presidents Cup) ada dalam salah satu target saya. Ini target tersembunyi, tapi mungkin salah satu yang paling penting. Kapan pun ada Presidents Cup atau ajang dengan format beregu seperti Ryder Cup bakal menjadi target utama selain Major, THE PLAYERS, dan World Golf Championships. Karena ajang demikian merupakan sesuatu yang belum pernah saya ikuti sebelumnya dan untuk alasan itulah saya jadi lebih berharap,” ujar Schauffele lagi.

”Tahun lalu saya nyaris masuk tim untuk Ryder Cup dan sudah bermain dengan baik, namun gagal masuk. Saya mengingatkan diri untuk bermain lebih baik lagi. Karena memang kuncinya hanya sesederhana itu. Kalau mau menjadi bagian dalam tim untuk Presidents Cup, Anda harus bermain lebih baik lagi.”

Dengan motto yang demikian, Schauffele memang telah menampilkan performa golf yang mengagumkan belakangan ini. Itulah yang jelas menjadi salah satu Faktor X bagi kesuksesannya.

Leave a comment