Pegolf Amerika Serikat yang memegang status No.1 Dunia dan pemimpin klasemen FedExCup saat ini, Scottie Scheffler, menuntaskan pekan ajaibnya dengan menjuarai Masters Tournament sebagai gelar Major pertama dalam kariernya. Prestasi ini sekaligus menjadi gelar PGA TOUR keempat dalam rentang hanya 57 hari, rentang tersingkat dari kemenangan pertama ke kemenangan keempat dalam sejarah PGA TOUR.

Oleh Scottie Scheffler.

Saya tumbuh besar di Royal Oaks Country Club di Dallas, mengenakan celana panjang dan baju berkerah hingga kelas tiga sampai-sampai ditertawakan karenanya. Tidak sepenuhnya salah juga sih. Saya biasa berlatih seperti itu karena ingin menjadi pegolf profesional. Saya bermimpi bisa berkompetisi pada PGA TOUR. Saya tumbuh di antara banyak orang di sana, sekadar menyaksikan dan belajar dari mereka.

Saya tahu sejak muda kalau saya ingin bertanding di lapangan, tapi tidak pernah membayangkan akan ada dalam posisi saya saat ini. Anda tak bisa mengharapkan banyak hal agar terjadi dalam kehidupan ini. Anda hanya perlu melakukan yang terbaik agar bisa mengatasi apa yang ada di hadapan dan melangkah dari sana. Saya tak pernah berpikir bahwa saya cukup mahir bermain golf, jadi saya terus berlatih dan bekerja keras, dan itulah yang akan terus saya lakukan.

Saya tumbuh bersama tiga saudara perempuan dan ayah saya, beliau menjalankan tugasnya dengan luar biasa dalam membesarkan kami. Kedua orangtua kami akan melakukan apa saja buat kami. Mereka sama-sama menjalani peran orangtua, tapi ibu saya lebih banyak bekerja, lima hari sepekan, bahkan kadang-kadang lebih. Jadi, mereka bukan orangtua yang sempurna, tapi buat saya, mereka melakukan seterbaik mungkin kapan pun itu, dan karena itulah saya mencintai mereka. Saya tak mungkin memberi pujian yang bisa mengimbangi kerja keras yang telah mereka curahkan. Sulit saya ungkapkan dengan kata-kata.

Olahraga golf sangatlah berarti bagi keluarga kami—ketiga saudari saya juga bermain golf—dan mereka benar-benar menekuninya karena saya juga melakukannya. Dan, Anda bisa tebak, mereka menggoda saya dan saya yakin akan terus begitu sampai ke depan nanti. Yang jelas, terima kasih saja takkan cukup untuk dukungan mereka.

 

 

Saya selalu bersaing dengan sengit. Saya suka berkompetisi dan menikmati tantangannya. Hanya dengan bersaing saja sudah menyenangkan buat saya dan bisa memenangkan turnamen sudah luar biasa. Tak pernah saya membayangkan soal peringkat. Yang penting adalah bisa ke lapangan dan bersaing.

Pikiran saya masih melayang-layang usai menjuarai Masters Tournament. Saya sudah begitu lama berfokus. Sebuah kejuaraan Major pastilah brutal, terutama di lapangan seperti Augusta National, dan takkan mudah dimainkan. Betul-betul perjuangan mental dan bisa memenangkan turnamen golf ini membuat saya merasa terhormat. Saya sudah senang bisa menjadi bagian dari peserta dan bisa ke lapangan dan berpeluang untuk bersaing. Bisa memenangkannya justru membuat saya tak bisa mengungkapkannya. Rasanya sungguh menyenangkan dan saya sungguh bersyukur. Tahulah, saya tidak memasuki ruangan pers dalam mimpi saya. Saya tak percaya kalau sekarang saya bisa terus mengikuti (The Masters) seumur hidup dan menikmati lapangan ini.

Saya bukan tipe orang yang suka membayangkan terlalu jauh ke depan. Buat saya, menikmati saat ini selalu menjadi cara terbaik. Saya berusaha sebaik mungkin agar tidak berpikir jauh dan menikmati momen yang ada. Itulah yang saya lakukan pada sebagian besar putaran final itu. Satu-satunya hal yang saya bayangkan mungkin ketika berjalan di hole 18. Saya sudah menyaksikan banyak orang yang melakukan hal tersebut dan satu-satunya yang terlintas ialah ketika menyaksikan Jordan Spieth melangkah di hole 18 dengan keunggulan besar. Dan sudah pasti saat melalui putaran final itu, ketika saya memegang keunggulan, saya tak ingin ada tekanan hingga akhir, dan tidak ingin memecah konsentrasi sampai kami mencapai green di hole 18. Begitu sampai di green itulah saya mulai berpikir, ”Oke, saya bakal menikmatinya,” dan bersenang-senang. Tidak ada yang benar-benar aman di sembilan hole terakhir itu (sampai melangkah ke green hole 18).

Sungguh menyenangkan bisa bersaing untuk gelar juara. Begitu melangkah keluar lapangan, rasanya sungguh fantastis. Namun, melangkah ke lapanan justru menjadi lebih sulit. Saya berusaha tidur pada malam harinya dan menjalani pagi yang lambat dan tekanan, pekan tersebut adalah pekan yang panjang. Dan bermain dengan memegang keunggulan bukanlah hal yang mudah, terutama pada sebuah turnamen golf, seperti The Masters. Jika memilih pemain mana pun yang bermain pada PGA TOUR dan menanyakana turnamen golf mana yang paling ingin mereka menangkan, jawabannya pastilah The Masters.

 

Scottie Scheffler dan Meredith, WGC-Dell Technologies Match Play 2022.
Scottie Scheffler dan sang istri, Meredith, usai menjuarai WGC-Dell Technologies Match Play 2022 sebagai gelar PGA TOUR ketiganya. Foto: Getty Images.

 

Pagi hari pada putaran final itu saya menangis seperti seorang bayi. Saya sungguh tertekan. Saya tak tahu mesti melakukan apa dan saya duduk serta memberi tahu istri saya, Meredit, ”Sepertinya, saya tidak siap untuk putaran final ini, saya tidak siap untuk hal-hal seperti ini,” dan saya benar-benar merasa kewalahan.

Ia membalas saya, ”Siapa kamu sampai bisa bilang kamu tidak siap?” Siapa saya sampai saya merasa tahu apa yang terbaik dalam hidup saya? Lalu kami mengobrol tentang Tuhan yang memegang kendali, dan bahwa Tuhanlah yang membimbing saya; dan jika hari ini menjadi saatnya bagi saya (untuk bisa menang), berarti memang inilah saatnya. Dan jika saya bermain dengan skor 82, ya kan, bagaimanapun itu saya akan menggunakan pengalaman itu untuk memuliakan Dia. Iman saya memengaruhi seluruh aspek dalam hidup saya, bukan hanya kehidupan saya di lapangan golf. Tuhan sudah memberikan kemampuan kepada saya, dan saya akan menggunakannya untuk kemuliaan-Nya. Di luar semua itu, saya akan bermain sebaik mungkin. Buat saya, identitas saya bukanlah skor golf (yang saya raih).

Ketika masih kecil, saya bermimpi mendapat kesempatan bermain dalam turnamen golf ini. Saya menangis ketika pertama kali mendapat surat undangan. Kami cukup beruntung bisa bermain di sini waktu kuliah, dan saya menyukai tempat ini. Saya menyukai lapangan golf ini. Anda tidak bakal tahu berapa banyak kesempatan untuk bisa ke lapangan ini. Kalau tidak salah saya unggul lima stroke pada hari Jumat dan tiga stroke menuju hari Minggu. Entah kapan Anda bakal mendapatkan kesempatan yang lebih baik lagi. Yang jelas Anda takkan mau menyia-nyiakannya.

Tiger Woods merupakan jarum bagi olahraga golf ini. Ia telah sepenuhnya mengubah PGA TOUR dari ketika ia muncul 25 atau 26 tahun lalu. Dan klip-klip YouTube dia menjadi inspirasi buat saya. Saya ingat menyaksikan kilasan kemenangannya tahun 1997, benar-benar menang, dan konsentrasinya tak pernah pecah. Sesuatu itulah yang selalu mengingatkan diri saya. Saya berusaha tidak memperhatikan hal-hal lain pada putaran final. Saya berusaha untuk tetap fokus dan melakukan hal-hal yang sudah saya lakukan karena saya tidak ingin memecah konsentrasi. Konsentrasi saya baru teralih di green hole 18 ketika akhirnya saya berada di sana dana memiliki keunggulan lima stroke dan berkata, ”Baiklah, sekarang saya bisa menikmatinya.” Dan Anda bisa melihat hasilnya (ketika ia melakukan empat putt dan mengakhiri putaran finalnya dengan double bogey. Terima kasih Tiger.