
Tommy Fleetwood meraih kemenangan pertamanya pada PGA TOUR pada saat yang sempurna.
Oleh Sean Martin.
Tommy Fleetwood jarang bersumpah serapah. Pribadinya lembut, terlalu baik dan mungkin terlalu layak untuk seorang Inggris, untuk mengeluarkan ujaran empat huruf itu keluar dari bibirnya. Namun, momen itu terasa tepat ketika ia dan teman lamanya Ian Finnis berpelukan untuk sesuatu yang sudah terlalu lama mereka nantikan.
”Sudah saatnya,” ujar Juara FedExCup ini.
Setelah mengikuti 163 ajang PGA TOUR, 30 kali finis di lima besar, dan enam kali finis di tempat kedua, Fleetwood akhirnya layak menyebut dirinya juara PGA TOUR. Dan tak sekadar itu. Ia juga kini juara FedExCup.
”Saya kira mudah saja bagi siapa saja untuk bilang kalau mereka punya keuletan, bahwa mereka bisa bangkit, bahwa mereka telah berjuang. Akan berbeda ketika Anda mesti membuktikannya.”
Dengan memenangkan turnamen akhir musim itu, ia memenangkan semuanya. Sebanyak 30 pemain mengikuti TOUR Championship tahun ini dari posisi yang sama. Sementara sang juara mengangkat trofi tersebut berkat penampilannya yang luar biasa sepanjang musim ini.
Fleetwood mencapai puncak permainannya pada saat yang tepat. Ia menjadi pemain terbaik dalam tiga pekan terakhir yang bukan bernama Scottie Scheffler. Tak banyak yang bermain lebih baik sejak awal musim panas kali ini. Hanya saja permainan terbaiknya kala itu belum cukup bagus.
Sampai pekan TOUR Championship tersebut. Skor 68 pada putaran final membuat Fleetwood mengumpulkan skor total 18-under 262. Cukup untuk memberinya kemenangan tiga stroke atas Russell Henley dan Patrick Cantlay.
”Saya kira mudah saja bagi siapa saja untuk bilang kalau mereka punya keuletan, bahwa mereka bisa bangkit, bahwa mereka telah berjuang,” ujar Fleetwood. ”Akan berbeda ketika Anda mesti membuktikannya.”
Pegolf berusia 34 tahun ini telah menikmati delapan kemenangan di seluruh dunia sebelumnya. Termasuklah sejumlah gelar besar dari DP World Tour. Ia juga bintang Ryder Cup. Namanya juga tertanam kuat di antara para pemain elite. Namun, kemenangan di Amerika Serikat merupakan sesuatu yang selama ini luput dari resume pribadinya.
Kegagalan tersebut kian terlihat pada tahun ini. Ia terus bersaing, tapi harus mengalami salah satu kekalahan terberat yang harus ia alami. Yang tersulit mungkin terjadi pada ajang Travelers Championship bulan Juni lalu, ketika ia masih memimpin sampai akhirnya harus meninggalkan green hole terakhir.

Keegan Bradley bertarung untuk merebut gelar di sana dengan memasukkan putt birdie dari jarak 1,8 meter di hole 18, jarak yang sedikit lebih pendek daripada putt untuk par yang Fleetwood lewatkan. Dua pekan sebelum ke East Lake, Fleetwood sempat unggul dua stroke dengan sisa tiga hole pada ajang FedEx St. Jude Championship. Kegagalannya meraih birdie di hole 16 par 5 atau memasukkan putt berjarak 2,1 meter di hole berikutnya membuatnya terpaut satu stroke dari play-off yang akhirnya dimenangkan Justin Rose itu.
”Saya harus benar-benar ulet untuk menempatkan diri pada posisi itu kembali, mengembalikan diri saya pada posisi bersaing, entah berapa kali pun saya tak mendapat hasil yang saya harapkan, entah berapa banyak keraguan yang merayapi diri saya,” ujar Fleetwood.
Ia sadar bahwa ia telah bermain dengan baik; TOUR Championship ini menjadi finis empat besar keenamnya sejak bulan Mei. Satu-satunya yang lebih mengesankan ialah caranya mengatasi kekecewaannya. Ia belajar menguasai sikap yang tangguh, jauh menembus keluar lapangan golf.
Dalam tiap kekalahan yang ia alami, Fleetwood tak pernah menunjukkan hal lain selain rasa syukur karena kesempatan yang ia miliki dan optimisme melangkah ke masa depan.
”Seperti orang normal lainnya, saya mengalami kekecewaan, saya sedih, saya marah,: ujarnya sebelum memulai TOUR Championship kali ini. ”Tapi pada saat yang sama, … saya kira saya punya kesadaran yang bagus bahwa tidak ada gunanya memandang segala sesuatunya sebagai pengalaman yang negative. Anda hanya perlu belajar dari semuanya dan berusaha sebaik mungkin.”
Semua pengalaman itu terlunaskan di East Lake. Finnis mendengar sebuah siniar (podcast) berjudul ”Process Over Prizes” (Proses Melebihi Hadiah yang Diraih) dan menulis kata ”proses” di buku yardage sebagai pengingat pada pekan itu. Itulah yang melukai mereka pada ajang Travelers ketika mereka ragu memtuskan club apa yang mesti digunakan untuk melakukan pukulan approach di hole terakhir.
”Anda ingat apa yang salah, dan tak ingin melakukannya lagi, dan Anda memaksa diri untuk memikirkan hal-hal yang positif.”
Terlepas dari situasinya, mereka memutuskan untuk tetap mengikuti rutinitas mereka dan berjuang melawan pemikiran yang jauh ke depan. Bahkan dengan keunggulan tiga stroke menuju hole terakhir, Fleetwood menyebut ia tetap berada di dalam ”kepompong mental” yang selama ini mencegahnya menikmati pemandangan ketika para penggemar membanjiri fairway hole 18 dan mengelu-elukan namanya.
Meski begitu, kepompongnya memang tak dapat ditembus. Keraguan masih menjeratnya. Namun, dengan berfokus pada apa yang telah ia lakukan dengan baik pada hari-hari tersulit membantunya mengatasi semua keraguan itu.
Fleetwood memulai hari Minggu itu dengan par di hole pertama yang sulit dan meraih bridie di hole 2. Lalu ia mendapat bogey di hole 5 dengan dua birdie berturut-turut dari hole 6 dan 7. Ia unggul tiga stroke ketika melangkah ke sembilan hole terakhirnya, tapi keuntungan itu berubah menjadi hanya satu stroke setelah pukulan tee-nya berbelok ke kiri di hole 10 dan ia mendapat bogey, sementara Cantlay menciptakan birdie.
”Anda mesti menghadapi kesalahan itu di dalam benak, dan keraguan mulai merayap,” tutur Fleetwood. ”Anda ingat apa yang salah, dan tak ingin melakukannya lagi, dan Anda memaksa diri untuk memikirkan hal-hal yang positif.”
Ia membalas dengan birdie di hole 12 dan 13 untuk kembali unggul tiga stroke. Ancaman terbesar yang tersisa ada di green pulau hole 15, hole sejauh 197 meter itu tidak pernah nyaman di matanya. Ketika bola mendarat di green, kemenangan tampaknya pasti jatuh ke tangannya. Bogey dari Cantlay di hole berikutnya memungkinkan Fleetwood menikmati rangkaian hole terakhir tanpa tekanan.
”Pintunya makin dan makin terbuka bagi saya seiring berjalannya putaran itu,” ujar Fleetwood.

Semua orang, mulai dari Tiger Woods sampai LeBron James, menyampaikan selamat kepadanya lewat media sosial. Orang yang dulu menunggu di belakang green hole 18 di Augusta Nationala untuk merayakan kemenangan Masters Rory McIlroy, kini mendapat kesempatan untuk menjadi orang yang dinanti-nantikan untuk dirayakan. Rekan-rekan Eropanya, seperti Justin Rose dan Shane Lowry menunggu Fleetwood. Begitu pula putra tirinya, Oscar Craig, yang menangis di bahu Fleetwood ketika mereka berpelukan di atas green.
”Dia terus terpukul dan terus bangkit dan kembali dengan lebih Tangguh,” ujar Lowry.
Fleetwood terus menyampaikan pentingnya bersikap positif, dengan menyampaikan pada awal pekan itu betapa pentingnya untuk menjadi sahabat terbaik bagi dirinya sendiri. Optimisme yang ia ungkapkan dalam tiap jump apers tak hanya menjadi pelajaran bagi mereka yang mendengarnya, tapi juga kesempatan untuk menguatkan dirinya sendiri. Catatan penampilannya di mana ia 30 kali finis di lima besar dan 44 kali masuk sepuluh besar sebelum meraih gelar PGA TOUR Pertamanya merupakan rekor terpanjang, setidaknya selama empat dasawarsa terakhir.
Kemenangan ini menjadi kemenangan atas keuletan, bukti dari kekuatan yang kembali bangkit. Fleetwood memperoleh hadiahnya pada hari Minggu itu berkat ketangguhannya. Ia tak lagi duduk di daftar teratas (dari pemain yang nyaris menang).
”Saya sudah menjadi juara PGA TOUR sejak lama,” ujarnya. ”Pencapaian tersebut selalu ada dalam benak saya.”
Kini semua itu bukan sekadar angan-angan belaka.