
An Byeonghun berniat mencuri perhatian ketika memulai ajang Genesis Invitational di Riviera Country Club hari ini (15/2).
An Byeonghun melangkah ke pekan Genesis Invitational di Riviera Country Club pekan ini dengan pemikiran yang lebih segar. Ia berharap bisa melanjutkan sukses jangka panjang untuk waktu yang lebih lama lagi di panggung PGA TOUR.
Pegolf berusia 32 tahun ini menjadi salah satu wakil Asia pada turnamen yang masuk jadwal Signature Event ini. Sejumlah pemain bintang juga telah berkumpul untuk meraih kehormatan pada akhir pekan nanti. Salah satunya ialah sang tuan rumah Tiger Woods, yang bermain pada ajang PGA TOUR untuk pertama kalinya sejak April 2023 lalu. Ada pula pegolf No.1 Dunia Scottie Scheffler, Juara 2022 Max Homa, dan pegolf No.2 Dunia Rory McIlroy.
An langsung melejit pada awal tahun ini setelah finis di tempat ke-4 pada ajang The Sentry dan T2 setelah kalah pada babak play-off pada ajang Sony Open in Hawaii. Tak pelak lagi, prestasi tersebut membuatnya kembali mendapat sorotan setelah sempat kehilangan kartu PGA TOUR pada tahun 2021 lalu.
Penampilannya pekan ini merupakan yang kedua kalinya di lapangan ikonik Riviera, lapangan yang juga akan menjadi tuan rumah pada Olimpiade Los Angeles 2028. Fakta tersebut turut memberi dampak penting bagi An, mengingat kedua orangtua An merupakan peraih medali untuk cabang olahraga tenis meja pada Olimpiade Seoul 1998.
”Sekarang saya sadar ada beberapa hal yang lebih penting daripada golf. …, golf hanya akan menjadi golf …, tapi keluarga kini lebih berarti. Pola pikir inilah yang membuat saya lebih nyaman,”
”Sudah cukup lama juga,” ujar An yang kembali mengikuti ajang elite yang hanya diikuti 70 orang pada ajang Genesis Invitational untuk pertama kalinya sejak 2017 ini. ”Saya sangat senang dengan hasil-hasil bagus (di Hawaii). Start yang sangat bagus itu memberi saya rasa percaya diri ekstra, meskipun sayang sekali saya tidak bisa meraih kemenangan pertama.”
An menyebut pendekatan baru, yang ditanamkan oleh Sean Foley, pelatihnya, telah membantunya kembali bermain dengan sangat baik. Kini ia berada di peringkat ke-5 pada klasemen FedExCup dan No.44 Dunia pada Official World Golf Ranking. Inilah pertama kalinya ia kembali ke jajaran 50 besar sejak Maret 2020.
”Dalam beberapa tahun terakhir, golf menjadi pusat kehidupan saya. (Kala itu) golf mengambil banyak aspek dalam kehidupan saya, yang justru menyulitkan saya ketika saya tidak main dengan baik. Saya pikir saya terlalu percaya diri. Namun, sekarang saya sadar ada beberapa hal yang lebih penting daripada golf. Pada akhirnya, golf hanya akan menjadi golf. Mungkin penting, tapi keluarga kini lebih berarti. Pola pikir inilah yang membuat saya lebih nyaman,” ujarnya.
”Saya pikir pola pikir ini akan memungkinkan saya untuk memainkan olahraga ini untuk jangka panjang. Kalau terlalu fokus pada golf, terlalu masuk ke golf, ada kalanya ketikas aya kehilangan minat atau kecintaan saya pada golf. Pola pikir ini membantu saya tetap fokus dan tidak memengaruhi permainan saya dari perspektif mental. Saya tidak selalu berharap menang, tapi saya tahu betapa penting untuk berjuang keras sampai akhir, dan melakukan yang terbaik. Saya pikir hal ini krusial. Ketimbang empat atau lima tahun lalu, saya sudah berubah banyak. Saya yakin saya menjadi lebih dan lebih baik lagi.”
An berniat untuk tancap gas pada ajang Genesis Invitational pekan ini. Sepanjang sejarah, hanya ada satu pegolf Asia yang pernah meraih kemenangan, yaitu ketika pada tahun 1987 pegolf China Taipei T.C. Chen secara mengesankan mengalahkan Ben Crenshaw. ”Target musim ini ialah masuk 30 besar FedExCup, 30 besar dunia, dan memenangkan gelar PGA TOUR. Saya masih belum mewujudkan target ini, jadi target saya masih tetap sama,” tutur An, yang meraih posisi 33 sebagai prestasi terbaiknya pada musim 2019-2020.
”Saya tidak memiliki ekspektasi apa-apa dan mereka (orangtua) juga tidak memberi tekanan ekstra ketika saya tumbuh dewasa ….”
Dengan Olimpiade Paris pada musim panas ini, lalu Los Angeles di Riviera empat tahun kemudian, An sangat sadar bahwa menjadi putra dari pasangan atlet Olimpiade telah membuatnya melakoni karier profesional di bidang olahraga. Ia mengingat sang ayah, Ahn Jaehyong, dan ibunya yang dari China Jiao Zhimin, tidak mendorongnya untuk mahir dalam olahraga dan malah mendorongnya untuk mencoba golf ketimbang tenis meja.
”Mereka berpikir tenis meja terlalu sulit sebagai olahraga dan mengira golf lebih mudah. Beberapa tahun kemudian, ketika saya memilih hendak kuliah atau beralih pro, mereka baru menyadari kalau golf malah lebih sulit,” ujar An sambil tertawa. ”(Gerakan) saya tidak begitu cepat, jadi golf terlihat lebih cocok, tapi mereka keudian mengubah pikirannya setelah melihat saya bermain golf.”
An mencapai salah satu mimpinya bermain pada Olimpiade Rio 2016 ketika golf kembali dipertandingkan dan finis T11. Sayangnya, ia tidak lolos kualifikasi untuk Olimpiade Tokyo 2020. Saat ini ia merupakan pegolf Korea ketiga teratas di dunia, di belakang Tom Kim (No.17) dan Im Sungjae (No.31). Meski hanya dua pegolf teratas yang akan lolos, ia masih tetap mengincar partisipasi di Paris.
”Ada begitu banyak pegolf Korea yang berbakat,” ujar mantan juara U.S. Amateur, yang juga telah meraih satu gelar DP World Tour lewat ajang BMW Championship di Wentworth ini. ”Saya tidak memiliki ekspektasi apa-apa dan mereka (orangtua) juga tidak memberi tekanan ekstra ketika saya tumbuh dewasa …. Mungkin karena kami memainkan olahraga yang berbeda. Mereka berusaha memberi saran dan memandu saya ketika masih kecil, tapi setelah beralih pro, mereka melepas saya dan membiarkan pelatih saya yang menjalankan tugasnya, memutuskan, dan berpikir untuk saya. Saya pikir langkah ini membantu. Saya pikir hal itu juga memberi motivasi tambahan untuk bermain pada Olimpiade dan berharap meraih medali karena mereka sudah punya dan saya belum punya.”