An Byeonghun berniat mencapai hasil terbaik saat memulai Fortinet Championship yang menandakan kembalinya ia ke PGA TOUR.

An Byeonghun menatap musim 2022-2023 dengan pandangan positif. Ia menilai masa-masa kelamnya mulai ia tinggalkan berkat disiplin baru bertinju dan berpuasa 8 jam.

Pegolf Korea yang dulu menghuni jajaran 30 besar dunia ini sempat kehilangan kartu PGA TOUR untuk pertama kalinya pada akhir musim 2020-2021. Akan tetapi, ia lekas kembali ke Tour papan atas dunia ini berkat permainannya yang solid sepanjang musim ini pada Korn Ferry Tour. Ia bahkan mengemas satu kemenangan dan tujuh kali masuk 25 besar. Kombinasi kerja keras, makan sehat, dan mulai berlatih tinju ikut membantunya kembali ke jajaran elite dunia.

”Mungkin itulah titik terendah dalam karier saya,” tutur An menyinggung kegagalannya mempertahankan kartu PGA TOUR tahun lalu. ”Saya mengalami musim yang buruk dan kenyataan itu menghantam saya. Lalu saya bertekad untuk mencurahkan lebih banyak waktu berlatih golf dan melihat bagaimana rasanya bekerja keras. Pada jeda kompetisi, jadwal saya tiap hari bahkan saat Natal ialah berlatih tanpa hari libur, kecuali lapangannya tutup.”

Rutinitas barunya ini membuatnya keluar rumah pukul 7 pagi, entah melatih kebugarannya atau memukuli karung tinju dengan sarung tinju di tangannya. Lalu ia menghabiskan beberapa jam di driving range sampai makan siang.

”Saya akan berlatih tiga atau empat kali sepekan dan hari-hari ketika tidak latihan, saya bertinju selama 30 menit dan akan memukuli karung tinju yang berat. Ketika mulai bertambah usia, semuanya terasa lebih lambat, semuanya terasa lebih berat. Saya tidak butuh semua latihan yang saya lakukan sebelumnya, dan saya masih merasa bugar bahkan meski usia saya sudah bertambah, saya masih harus melakukan latihan yang belum selesai. Saya juga tidak makan apa-apa antara pukul 18:00 sampai siang hari berikutnya pukul 12:00, jadi sekitar 18 jam puasa. Saya cuma minum secangkir kopi dan melakukan latihan kardio.”

Pertanyaannya, apa hubungannya golf dengan tinju?

An menjelaskan, memukul karung tinju memberi manfaat kardio sekaligus membantu meningkatkan kecepatan tangannya, yang mulai terlihat dengan peningkatan kecepatan swing. Ia telah menambah 10 yard bahkan lebih untuk jarak pukul iron pada tahun ini. Dan jarak pukul jelas menjadi penting bagi golf masa kini.

”Saya tidak pernah bertinju sebelumnya, dan saya tidak suka lari. Bertinju jauh lebih menyenangkan daripada latihan kebugaran. Itu sebabnya saya menambahkannya dalam rutinitas saya dan hasilnya kecepatan tangan saya bertambah dan membantu pergerakan tubuh bagian atas,” jelas An lagi.

 

An Byeonghun dan Sunwoo Stanley.
An Byeonghun kini rajin berlatih tinju, yang sudah membantunya meningkatkan kecepatan dan menambah jarak. Foto: Dok. Pribadi An Byeonghun.

 

”Saya juga menambah banyak jarak pukul. Dari 7-iron, saya mendapat 10 sampai 15 yard. Kecepatan swing saya juga meningkat 7 mil lebih cepat. Bukan karena berusaha memukul lebih kuat, tapi hal-hal di luar golflah yang membantu.”

Pra-musimnya lekas membuahkan hasil dengan ia mengemas kemenangan pada ajang Lecom Suncoast Classic, yang merupakan turnamen ketiganya tahun ini. Kemenangan ini memperkuat keyakinannya bahwa rutinitas baru ini telah membuahkan hasil. Selain itu perubahan swing yang ia lakukan bersama Sean Foley juga ikut membantunya.

Kini ia merasa lebih termotivasi untuk mewujudkan kemenangan pertamanya pada PGA TOUR. Apalagi rekan-rekan senegaranya juga semua sudah menikmati kemenangan menghadapi para pemain terbaik di dunia. Kim Siwoo telah menang tiga kali, sedang Im Sungjae dan Lee Kyounghoon telah dua kali mengangkat trofi. Adapun pendatang baru Tom Kim Joohyung telah menjuarai satu gelar.

”Memang tidak mudah. Pastinya PGA TOUR sangat kompetitif dan jika melihat lagi, saya menang pada Korean Tour, European Challenge Tour, Korn Ferry Tour, dan European Tour. Namun, saya belum menang pada PGA TOUR. Mungkin ada sedikit lebih banyak tekanan,” tuturnya. ”Untuk menang di golf Anda juga mesti menjadi sangat beruntung. Finis di sepuluh besar, lima besar juga butuh permainan yang bagus, tapi untuk menang Anda mesti main dengan baik atau mendapat keberuntungan. Saya merasa beruntung bisa menang tahun ini (pada Korn Ferry Tour) karena saya membuat bogey di hole terakhir dan pemain lainnya mendapat double bogey. Hal-hal yang tidak bisa Anda kendalikan mesti memihak Anda. Anda mesti mendapat keberuntungan.”

An, yang merupakan putra dari pasangan peraih medali Olimpiade untuk cabang ping pong, sempat finis di peringkat 42, 53, dan 33 pada klasemen FedExCup tahun 2018-2020. Ia juga sempat terpilih bermain untuk Tim Internasional pada Presidents Cup 2019. Sayangnya, tahun 2021 ia lebih sering gagal lolos cut. Itu juga alasan ia mengganti pelatih dari David Leadbetter ke Foley.

”Saya menikmati empat musim yang bagus, tapi merasa sangat frustrasi karena pada satu titik, saya pemain 50 besar dunia, tapi tak pernah masuk TOUR Championship dan fakta ini mengusik saya,” tutur An. ”Target saya selalu memenangkan ajang PGA TOUR dan finis di jajaran 30 besar klasemen FedExCup. Saya terus gagal dan tidak ingin menjadi pemain yang sama. Saya ingin melakukan satu lompatan lagi untuk menjadi pemain yang lebih baik. Mengubah pelatih swing tidaklah mudah karena butuh perubahan penuh dalam swing, dan Anda mesti menerimanya sebagai perjalanan yang panjang.

”Pada akhir tahun lalu dan awal tahun ini, rasanya swing saya mulai terbentuk. Saya merasa lebih nyaman dan memukul lebih jauh. Sayangnya, saya kehilangan kartu PGA TOUR, tapi mendapat perspektif baru dengan bermain pada Korn Ferry Tour. Apresiasi terhadap golf pun sedikit bertambah. Kehilangan kartu anggota jelas sangat mengecewakan, tapi mungkin hal itu adalah hal yang positif. Jika melihat karier saya nantinya, tahun itu mungkin buruk, tapi membantu saya menjadi pemain yang lebih baik pada masa mendatang.

”Saya ngin menjadi pegolf terbaik sesuai potensi saya. Mungkin saja itu berarti 50 besar dunia, mungkin 100 besar dunia, atau 20 besar. Kita tidak tahu. Saya tak ingin mematok target. Mengapa mesti membuat batasan ketika saya saja tidak tahu batasan saya. Entah bisa setangguh apa saya. No.1 Dunia adalah sesuatu yang sangat sulit, tapi Anda tak pernah tahu apa yang bisa terjadi dalam golf. Saya bisa saja memenangkan tiga turnamen pertama, Anda bisa melihat banyak hal yang aneh. Saya kini berusaha memaksimalkan potensi yang saya miliki.”