Erik van Rooyen dari Afrika Selatan baru saja memastikan kemenangan emosional dua stroke pada ajang World Wide Technology Championship, di lapangan karya Tiger Woods, El Cardonal di Diamante, Los Cabos, Meksiko. Kemenangan itu menjadi gelar PGA TOUR kedua baginya dan membuat perasaannya campur aduk. Jelang pertandingan ia mendapat kabar bahwa sahabat karibnya, Jon Trasamar, sakit kanker parah.
Oleh Erik van Rooyen.
Sejujurnya, saya tidak tahu mesti mulai dari mana. Saya seakan masih mati rasa akibat putt eagle yang masuk di hole 18, dan Anda bisa bayangkan sendiri perasaan euforia dan gembira, dan saya seakan mati rasa. Saya kira semua itu karena apa yang terjadi pada sahabat saya, Jon Trasamar yang sedang sakit. Momen (kemenangan) itu masih belum terasa.
Sepanjang putaran final saya merasa tenang karena ada hal yang lebih besar lagi dalam hidup ini daripada golf. Kalau melihat bola golf saya, ada nada musik di sana dan tulisan ”J.T.” di sana, dan itu untuk sahabat karib saya. Ia mengidap melanoma (jenis kanker kulit yang paling berat—ed.) dan dia tidak bisa sembuh. Tiap pukulan saya di lapangan untuk dia. Ketika bermain untuk sesuatu yang lebih besar daripada memenangkan sejumlah trofi, kita bisa lebih sadar. Pada akhirnya, menang atau kalah tak lagi penting. Ketika ada yang memotivasi Anda seperti itu, ketika memasukkan putt atau meleset, siapa yang peduli?
Saya dilanda emosi setelah putaran kedua. Saya main 8-under, saya ke kamar dan menangis. Saya tidak selalu tenang, tapi ketika melangkah ke lapangan golf, saya punya pekerjaan dan, pada akhirnya ialah saya mesti melakukan tugas saya. Sekarang kami bisa merayakan dan menangis. Sampai putt terakhir itu, semua fokus saya tujukan untuk Jon. Kami sangat menyayangi dia dan masih sulit mempercayai apa yang ia alami. Saya berharap bisa mencabut rasa sakitnya. Kami akan terbang ke Minnesota untuk menjumpai dia dan memberinya tos.

Ketika meninggalkan Afrika Selatan ke AS saat berusia 19 tahun, saya mengalami kesulitan tumbuh di kota yang sangat kecil. Meninggalkan rumah bukan hal yang mudah. Jon dan keluarganya tinggal sekitar dua jam dari Minneapolis, dan saya tiba di Minnesota bulan September 2009, dan mereka ada di bandara untuk menemui saya, menyambut saya, karena kami akan segera menjadi teman sekamar dan satu tim di University of Minnesota. Jelas kemudian kami menjadi sahabat karib. Dia seperti saudara saya. Kami berbagi kamar selama tiga atau empat tahun saat saya masih kuliah. Menurut saya dia punya salah satu short game terbaik yang pernah saya lihat dan ia juga mengejar kariernya di golf sampai belakangan ini.
Jon didiagnosis mengidap melanoma tahap 4 sekitar setahun lalu. Dia bersih pada bulan April ketika ia menelepon dan mengirimi foto pemindaian dan ia bebas dari kanker. Jelas saat itu menjadi momen yang luar biasa bagi kami. Tak lama setelah itu, kankernya kembali. Saya tahu kalau ini pasti menjadi pertarungan yang sangat berat. Hari Selasa lalu, ia mengirimi pesan, memberi tahu kalau waktunya tinggal sepuluh pekan lagi. Mereka memindainya berkali-kali dan kanker itu ada di semua organnya, di mana-mana. Saya pikir dia tidak punya waktu banyak. Saya berharap ia menonton putaran final itu.
Kami bertukar pesan dan saya memberi tahu dia betapa saya menyayangi dia. Yang saya inginkan ialah main sembilan hole dengannya entah di mana. Dan benar-benar egois, saya kembali tersadar. Apakah menyenangkan bisa menjuarai turnamen? Ya, menyenangkan. Saya sudah main golf sejak usia 8 tahun, sangat kompetitif dan kami ingin menang. Namun, ini tak lagi penting. Ketika saya melihat semua pengalaman saya, kapan pun itu, pengalaman ini bukan menjadi sesuatu yang ingin saya pikirkan. Saya akan mengingat orang-orang yang paling saya sayangi dan Jon Trasamar adalah salah satunya.
Menyinggung permainan golf saya, tahun ini benar-benar tahun percobaan sampai sekitar dua bulan lalu. Pastinya tahun ini menjadi tahun terburuk dalam karier saya selama ini. Saya mengalami kesulitan dan mengganti pelatih dan mulai berlatih dengan Sean Foley pada pekan U.S. Open dan hasilnya mulai terlihat.
Sean membantu saya melihatnya. Pukulan saya tidaklah buruk ketika mulai berlatih dengannya, tapi saya tak kunjung mendapatkan hasil. Saya beberapa kali gagal lolos cut. Saya kira, pada sati titik, saya gagal lolos hingga sepuluh kali berturut-turut. Saya kira yang membuat Sean itu hebat ialah ia punya pengetahuan yang luar biasa soal swing golf dan tubuh manusia, dan bagaimana fungsi tubuh dan cara mengembalikan club agar square ke bola. Ketika kami berdiskusi, kadang-kadang sejam dan kami bahkan tidak mengobrol soal golf. Kami mengobrol soal kehidupan dan seperti apa cita-cita saya, ingin seperti apa saya di lapangan golf, bukan menjadi seorang yang bodoh dan kembali menjadi orang biasa di luar lapangan dan masih menjadi orang yang sama di lapangan golf. Seperti itulah percakapan yang kami lakukan.
Rasanya juga luar biasa bisa menang di lapangan golf yang didesain oleh Tiger Woods. Saya bertemu Tiger awal pekan ini dan jelas dia legenda sejati golf dan bisa bermain di lapangan yang dia desain dan menjuarai turnamen PGA TOUR, itulah bagian kecil yang membuat saya terhubung dengannya, teramat sangat istimewa!
CATATAN: Para penggemar golf di Indonesia juga bisa menyaksikan para pegolf terbaik di dunia bertanding pada ajang PGA TOUR lainnya, Butterfield Bermuda Championship, pekan ini melalui Mola TV.